ETIKA PROFESI AKUNTANSI
(Sumber : Ikatan Akuntansi
Etika profesi akuntansi adalah kumpulan nilai yang berkaitan dengan profesi akuntansi yang harus dipatuhi dan dijadikan pedoman bagi para akuntan maupun para ahli yang bergerak dibidang akuntansi.
Menurut Kode Etik Ikatan Akuntan
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
- Kredibilitas
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi, yaitu :
- Profesionalisme.
- Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
- Kualitas Jasa.
- Kepercayaan
- Kode Etik Ikatan Akuntan
Terdiri dari tiga bagian yaitu :
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.
- Prinsip Etika
Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
- Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik , tergantung pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini public sehingga tiap anggota memperhatikan tiap-tiap standar etiknya guna mengevaluasi kinerja terhadap peraturan yang berlaku
PRINSIP ETIKA AKUNTANSI
(Sumber : Ikatan Akuntansi
Adapun prinsip-prinsip etika akuntansi antara lain :
1. Tanggung Jawab Profesi. Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4. Obyektivitas. Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan kehati-hatian Profesional. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kompeten dan berhati-hati dalam bertindak.
6. Kerahasiaan. Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informasi yang diperoleh.
7. Perilaku Profesional. Setiap anggota harus berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik
8. Standar Teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan.
DUA CONTOH KASUS PELANGGARAN OLEH AKUNTAN
Adapun kasus-kasus yang berkenaan dengan pelanggaran etika akuntansi antara lain :
Kasus 1
BPKP Akui 10 Kantor Akuntan Publik Melanggar SPAP
Djarwoto dari BPKP mengakui bahwa hasil laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) mengenai kantor KAP yang melanggar ketentuan memang 70% sama dengan temuan BPKP.
Persamaan itu, baik dari segi kebenaran maupun kelengkapan, setelah mengevaluasi 10 kantor akuntan publik (KAP) yang melakukan audit terhadap 35 bank Bank Beku kegiatan Usaha (BBKU). Hal ini dikemukakan Djarwoto dalam diskusi terbatas "Pelanggaran Akuntan Publik, Pembahasan atas Laporan ICW" yang diselenggarakan oleh Ilkatan Akuntan Indonesia (IAI).
Seperti diketahui, ICW mengungkapkan adanya 10 kantor akuntan publik yang mempunyai indikasi melakukan kolusi dengan pihak bank ketika mengaudit bank BBKU. ICW mengaku bahwa hasil penyelidikan mereka bersumber pada laporan BPKP yang telah masuk keranjang sampah alias tidak ditindaklanjuti.
Melanggar SPAP
Djarwoto mengakui bahwa memang benar dari sepuluh kantor akuntan publik tersebut seluruhnya melanggar SPAP. Namun, Djarwoto membantah jika dikatakan KAP-KAP tersebut melakukan kolusi ketika melakukan audit terhadap bank-bank BBKU tersebut.
Djarwoto menganggap kerusuhan pada Mei 1998 dan rush terhadap bank lah yang menyebabkan ambruknya bank-bank. "Hal itu tidak dapat dipredikasi sebelumnya," ujarnya.
Dalam auditnya terhadap bank-bank itu, memang sebagian besar KAP memberikan penilain wajar tanpa pengecualian kepada bank-bank yang sebulan kemudian ternyata collapse, sehingga terpaksa dibekukan.
Menurut Djarwoto, audit BPKP terhadap KAP-KAP yang melakukan audit pada bank BBKU itu dilakukan pada september sampai Februari 2000 atas perintah Menteri Keuangan melalui SK Menkeu No. 4 pada Oktober 1999. Hasil laporan itu sudah disampaikan dengan
Ruang lingkup audit KAP terhadap bank-bank tersebut yang diselidiki oleh BPKP adalah tahun buku 1997. Pasalnya, pada 1998 bank-bank sudah collapse dan tidak mampu lagi membayar kantor akuntan publik untuk melakukan audit.
Satu KAP yang melakukan audit terhadap 2 bank BBKU tidak dapat di-review oleh BPKP karena kantornya telah merger dengan KAP lain. Sementara audit terhadap satu bank tidak berhasil diterbitkan karena tidak tercapai kesesuaian dengan auditor, sehingga dinyatakan disclaimer. Dari 38 bank BBKU, ada 35 bank yang diaudit.
Sanksi peringatan
Djarwoto berpendapat, hasil audit BPKP tersebut tidak dapat untuk menjatuhkan sanksi pada KAP selain sanksi peringatan sebagaimana yang telah diberikan oleh Dirjen Lembaga Keuangan.
Dirjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan, Darmin Nasution, memang sudah menyatakan bahwa pihaknya telah memberi sanksi peringatan pada kantor-kantor akuntan publik tersebut.
Djarwoto beralasan bahwa hasil audit tidak dapat dijadikan landasan untuk menjatuhkan sanksi karena BPKP tidak menguji secara kuantitatif. "Kami hanya menguji sebagian kecil dari seluruh usaha audit kantor akuntan publik. Yang dilakukan adalah review terhadap penugasan audit oleh partner di KAP terhadap bank BBKU, bukan audit terhadap KAP itu sendiri," cetus Djarwoto.
Djarwoto mengungkapkan bahwa kalau dirinya disuruh memberi rekomendasi KAP-nya ditutup atau dibekukan tentu tidak tepat. "Karena kami tidak melakukan evaluasi secara komprehensif," ujarnya. Kuantitatif tidak teruji, sehingga tidak dapat memberikan gambaran yang utuh terhadap jasa yang diberikan oleh KAP.
Karena itu, Djarwoto menganggap sanksi yang diberikan oleh Depkeu adalah paling tepat sebelum diadakan penyelidikan yang lebih mendalam. Djarwoto juga membantah dugaan bahwa laporan ICW tersebut berasal dari BPKP.
Menurut Djarwoto, laporan tersebut selain dikirim pada Menkeu hanya dipegang oleh empat orang pejabat BPKP yang sangat terpercaya. Dan satu kopi diberikan pada Ketua IAI yang dalam tim tersebut duduk sebagai ketua tim pengarah.
Mungkin benar
Analisis :
Menurut pendapat saya, sebaiknya sebelum melakukan tindakan yang lebih lanjut dari pihak Depkeu dapat memberikan sanksi,bukan sekedar peringatan saja, agar KAP-KAP yang lainnya tidak mengikuti jejak KAP yang telah terlibat pelanggaran SPAP. Dan lebih ditekankan kembali untuk para auditor, akuntan dan KAP agar lebih professional dan lebih memegang teguh apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Agar pelanggaran tidak lagi dilakukan demi terciptanya citra profesi akuntansi yang baik.
Kasus 2
Pembekuan izin Akuntan Publik
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor : KEP- 443/KM.6/2003 tanggal 18 Desember 2003 untuk jangka waktu 6 bulan, izin Akuntan Publik Drs. E. Ristandi Suhardjadinata, MM dibekukan Karena telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing (SA)- Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaa audit atas laporan keuangan PT Dana Pensiun Pos Indonesia (Dapenpos) untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2007 yang berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap laporan auditor independent ; Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menjabat saat itu sebagai Managing Director World Bank membekukan izin akuntan public Drs. Petrus Mitra Winata dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Mitra Winata dan rekan selama dua tahun, terhitung sejak tanggal 15 Maret 2007 atas pelaksanaan audit atas Laporan Keuangan PT Muzatek Jaya tahun buku berakhir 31 Desember 2004. Pembekuan izin yang dilakukan ini merupakan yang kesekian kalinya.
Analisa:
Menurut saya, keputusan yang diambil oleh Menkeu sudah bijak, apalagi sepertinya kasus pelanggaran etika profesi ini cukup sering ditemukan. Namun, seharusnya lebih ditekankan kembali kepada setiap akuntan atau auditor untuk memahami etika profesi tersebut dan jangan sampai melakukan pelanggaran apalagi pelanggaran tersebut berulang kali dilakukan. Untuk itu, perlu adanya ketegasan dalam sanksi pelanggaran kasus etika profesi ini agar ke depannya akuntan maupun auditor semakin lebih baik dan lebih meningkatkan profesionalisme.
Sumber :
http://www.iaiglobal.or.id/tentang_iai.php?id=18
http://hukumonline.com/berita/baca/hol2554/bpkp-akui-10-kantor-akuntan-publik-melanggar-spap
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar